Senin, 05 Agustus 2013

Manajemen Partisipatif di Sekolah

Membangun Komitmen Dengan Pendekatan Manajemen Partisipatif
Untuk Meningkatkan Kinerja Komponen 0rganisasi sekolah
Dalam dunia bisnis, manajemen hampir selalu dilihat dalam kerangka produktivitas karena ukuran sukses sebuah organisasi atau unit usaha selalu dilihat dari tingkat produktivitasnya, apa pun jenis produk dari organisasi atau unit usaha itu. Pendekakan manajemen seperti ini secara umum disebut manajemen teknis, dan di sanalah jugalah terletak ukuran sukses sebagai seorang manajer. Konsekwensi dari manajemen tekanis, maka seorang manajer akan menilai bawahan berdasarkan seberapa banyak atau seberapa baik produk yang dihasilkannya. Implikasi dari cara pandang ini adalah, karyawan atau tenaga kerjaakan diperlakukan sebagai barang atau mesin, yang bisa dieksploitasi sedemikian rupa untuk keuntungan perusahaan.
Meskipun dipandang konservatif, penerapan manajemen teknis masih bisa diterapkan dalam manajemen perusahaan meskipun akan membunuh keatifitas, loyalitas, dedikasi dan sense of belonging dari bawahan atau pekerja. Namun Manejemen seperti itu tidak bisa diterapkan di lembaga pendidikan karena produk yang dihasilkan adalah kompetensi melekat pada perubahan prilaku peserta didik. Apabila seorang pimipinan sekolah menerapkan manajement teknis maka para guru dan karyawan akan berprilaku seperti karyawan pabrik “bekerja, dapat upah, selesai”. Para tenaga pendidik dan kependidikan akan semangat bekerja jika melihat ada keuntungan didapat secara pribadi dari apa yang dikerjakannya. Apabila kondisi sebuah lembaga pendidikan seperti itu maka sudah dipastikan visi, misi, dan program tidak akan tercapai dengan baik.
Gejala self profit oriented bisa dilihat dari salah satu contoh phenomena kasus yang kita kerap lihat yakni; Ketika para guru diharuskan mengisi formulir validasi sertifikasi guru, maka dengan segera mereka mengerkakannya bahkan guru yang tidak begitu rajin pun datang ke sekolah meskipun tidak ada jadwal mengajar, nanun ketika para guru (wali kelas) diminta bantuan untuk mengumpukan salinan Ijazah dan SKHU siswa binaannya untuk keperluan administrasi siswa maka memakan waktu berhari-hari bahkan bermingu-minggu sehingga staf tata usaha urusan kesiswaan harus masuk ke kelas-kelas menemui siswa langsung untuk mengejar waktu. Kondisi seperti ini bisa dijadikan indikasi rendahnya partisifasi anggota atau komponen tingkat bawah suatu organisasi dalam mendukung program. Dengan demikian perlu suatu pendekatan untuk membangun komiten yang didasarkan atas saling pengertian, pemahaman, dan kepercayaan diatara komponen organisasi. Penomena dari salah satu contoh kasus di atas menjadi latar belakang mendorong penulis untuk membuat makalah dengan judul “Membangun Komitmen Dengan Pendekatan Manajemen Partisipatif untuk Meningkatkan Kinerja Guru dan Karyawan Sekolah”
A.      Pengertian Komitmen
Apa sebenarnya definisi atau pengertian komitmen itu? Pada dasarnya definisi atau pengertian komitmen telah banyak dikemukakan para ahli diantaranya menurut Moorman et al. (1992) yang menyatakan bahwa komitmen sebagai keinginan yang terus menerus untuk memelihara hubungan yang bernilai. Relationship yang bernilai berhubungan dengan keyakinan bahwa komitmen rasional hanya ada ketika relationship dipertimbangkan sebagai hal yang penting. Selain itu keinginan yang terus menerus untuk mempertahankan hubungan berhubungan dengan pandangan bahwa mitra yang komit menginginkan relationshipdapat berjalan terus menerus dan akan berusaha untuk mempertahankannya.
A.   Pengertian Manajemen
Prof. Oie Liang Lee menyatakan bahwa “Manajemen adalah ilmu dan seni mengkoordinasikan serta mengawasi tenaga manusia dengan bantuan alat-alat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”. Richard L.Daft (2002:8) Mendefinisikan sebagai berikut:“Manajemen adalah pencapaian sasaran-sasaran organisasi dengan cara yang efektif dan efisien melalui perencanaan pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian sumberdaya organisasi.”. Menurut James A.F. Stoner (2006:Organisasi.org)“Manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya dari anggota organisasi serta penggunaan sumua sumber daya yang ada pada organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya”.
B.   Pengertian Partisipasi
Menurut Bedjo (1996), yang dimaksudkan dengan partisipasi adalah: “Perilaku yang memberikan pemikiran terhadap sesuatu atau seseorang. Perilaku merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang dalam hubungannya dengan pemilihan rangsangan dari luar lingkungannya.
Pengertian lain tentang partisipasi juga dikemukakan oleh Slameto (1995) yang mengatakan bahwa partisipasi adalah: “Pemusatan energi psikis yang tertuju pada suatu obyek, dan juga meliputi banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai sesuatu aktivitas yang sedang dilakukan”.
Secara umum, partisipasi diartikan sebagai kertelibatan suatu komponen dalam memberikan kontribusi untuk mencapai tjuan.
C.   Pengertian Kinerja
Pada dasarnya pengertian kinerja dapat dimaknai secara beragam. Beberapa pakar memandangnya sebagai hasil dari suatu proses penyelesaian pekerjaan, sementara sebagian yang lain memahaminya sebagai perilaku yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Agar terdapat kejelasan mengenai kinerja, akan disampaikan beberapa pengertian mengenai kinerja.
Menurut Bernardin and Russel (1998: 239), kinerja dapat didefinisikan sebagai berikut: “Performance is defined as the record of outcomes produced on a specified job function or activity during a time period“. Berdasarkan pendapat Bernardin and Russel, kinerja cenderung dilihat sebagai hasil dari suatu proses pekerjaan yang pengukurannya dilakukan dalam kurun waktu tertentu.
Sementara itu menurut Ilgen and Schneider (Williams, 2002: 94): “Performance is what the person or system does”. Hal senada dikemukakan oleh Mohrman et al (Williams, 2002: 94) sebagai berikut: “A performance consists of a performer engaging in behavior in a situation to achieve results”. Dari kedua pendapat ini, terlihat bahwa kinerja dilihat sebagai suatu proses bagaimana sesuatu dilakukan. Jadi, pengukuran kinerja dilihat dari baik-tidaknya aktivitas tertentu untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
Pendapat yang lebih komprehensif disampaikan oleh Brumbrach (Armstrong, 1998: 16) sebagai berikut:
Performance means behaviours and results. Behaviours emanate from the performer and transform performance from abstraction to action. Not just the instruments for results, behaviours are also outcomes in their own right – the product of mental and physical effort applied to tasks – and can be judged apart from results.
Brumbrach, selain menekankan hasil, juga menambahkan perilaku sebagai bagian dari kinerja. Menurut Brumbach, perilaku penting karena akan berpengaruh terhadap hasil kerja seorang pegawai.
Dari beberapa pendapat tersebut, kinerja dapat dipandang dari perspektif hasil, proses, atau perilaku yang mengarah pada pencapaian tujuan. Oleh karena itu, tugas dalam konteks penilaian kinerja, tugas pertama pimpinan organisasi adalah menentukan perspektif kinerja yang mana yang akan digunakan dalam memaknai kinerja dalam organisasi yang dipimpinnya.
D.  Pengertian Manajemen Partisipatif
Dari pengertian umum tentang manajemen dan partisipasi, dapat ditarik kesimpulan bahawa manajemen partisipatif adalah pendekakan dalam menjalankan tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melaui komunikasi intraktif sehingga terbangun pengertian dan kepercayaan antara pimpinan dan bawahan. Kata-kata kuncinya adalah membangun komunikasi untuk menciptakan rasa saling percaya antara pimpinan / manajer dengan bawahan.
E.   Prinsip-Prinsip Manajemen Partisipatif
Prinsip dasar yang ada pada manajemen interaktif:
1.      Bahwa semua proses manajemen dibangun di atas hubungan yang berdasar rasa saling percaya, yang menuntut keterbukaan dan kejujuran, baik dari pihak atasan maupun bawahan.
2.      Bahwa bawahan mau melaksanakan tugas, bukan semata-mata karena perintah, melainkan karena merasa dimengerti oleh atasannya dan merasa paham akan masalah yang dihadapi.
3.      Bahwa seseorang memiliki kebutuhan untuk ikut serta dalam proses pengambilan keputusan. Ini bisa dipenuhi dengan melibatkan mereka dalam proses pemecahan masalah.
4.      Jangan mencoba memecahkan masalah yang dihadapi bawahan. Karena kita tidak akan paham betul akan masalah yang sebenarnya. Anda bisa menunjuk adanya problem; tapi jangan coba memecahkannya. Beri kesempatan pada bawahan untuk memecahkan masalahnya sendiri, dengan bantuan Anda, tentunya, sebagai atasan.
5.      Dengan menggunakan prinsip-prinsip tersebut, manajer interaktif memberikan kebebasan pada bawahan atau pegawai dalam memperoleh daya pengungkapan personalitas yang optimal ketika bekerja.Pegawai diijinkan untuk lebih aktif dari pada pasif, lebih independent dari tergantung, mempunyai kontrol atas dunianya, merasa diterima dan dihormati, dan mencoba melakukan latihan kemampuan mereka. Sebagaimana pegawai merasakan perlakuan-perlakuan tadi dengan penyelianya, ikatan kepercayaan terbentuk yang memfasilitasi perkembangan tim yang efektif yang terdiri dari individu-individu yang puas dan produktif yang disatukan melalui transaksi interpersonal yang sehat.
F.   Perbedaaan Manajemen Teknis dan Partisipatif
Perbedaan antara mamajemen teknis dan manajemen interaktif/ partisipatif  dapat dilihat dalam table berikut:
Manajemen Teknis
Manajemen Interaktif
Orientasi pada perusahaan
Orientasi pada pegawai
Memerintah
Menjelaskan dan Mendengarkan
Memaksakan kepatuhan
Mengembangkan komitmen
Orientasi tugas/pekerjaan
Orientasi Manusia
Tidak fleksibel
Adaptable (fleksibel)
Tidak mengindahkan kebutuhan
Memuaskan kebutuhan
Menciptakan ketakutan dan ketegangan
Menimbulkan kepercayaan dan pengertian
Penjelasan dari tabel di atas adalah sebagai berikut :
1.                  Orientasi Pada Pekerja vs Orientasi Pada Perusahaan
Pada manajemen yang berorientasi teknis, para pimpinan atau manajer lebih mementingkan penyelesaian tugas bawahannya.Tugas selesai berapa pun hu-man cost-nya, adalah diktum utama para manajer.Maka perilaku yang tampil selalu ditandai dengan urgensi, ketidaksabaran, dan dominasi.
Di pihak lain, seorang manajer interaktif akan lebih berperan sebagai konselor, konsultan atau problem solver. Mereka lebih menekankan upaya membantu bawahan untuk bisa mengerjakan tugas sebaik-baiknya.Maka perilaku yang muncul sering ditandai dengan kepercayaan, kesabaran, empati, dan tidak enggan memberi bantuan.Situasi ini akan membangun rasa saling percaya antara atasan dan bawahan.
2.                  Menerangkan dan Mendengarkan vs Memerintah.
Manajer berorientasi teknis seringkali mendominasi pembicaraan, dan selalu menekankan pada tugas dan kewajiban bawahan.Sebaliknya, di dalam manajemen interaktif penekanannya selalu pada pemecahan masalah yang membuka komunikasi dua arah. Salah satu syarat keahlian yang harus dimiliki sang manajer ialah rasa percaya diri dan kemampuan berkomunikasi secara verbal, baik dalam melontarkan pertanyaan maupun dalam mendengarkan umpan balik.
3.                  Membangun Komitmen vs Penekanan Pada Tugas.
Kekuasaan dan wewenang adalah kata kunci pada manajer yang berorientasi teknis. Maka serringkali muncul kata-kata seperti: “Kerjakan sesuai dengan perintah!” “Manajer memikirkan, bawahan mengerjakan”.Tampak sekali di sini bahwa tugas seorang manajer adalah mengendalikan dan memerintah bawahan untuk mengerjakan suatu tugas secepatnya, tak peduli mereka siap atau tidak. Memang, dalam jangka dekat, cara seperti ini berhasil. Akan tetapi tak jarang juga cara ini menimbulkan ketidaksenangan bawahan.
Dalam manajemen interaktif, harus ada perpaduan antara sasaran jangka-pendek dan jangka panjang.Dalam hal ini bawahan diberi kesempatan untuk memecahkan masalahnya sendiri, dalam jangka waktu tertentu.Ada ruang untuk bernapas. Maka dalam hal ini yang diutamakan adalah membangun tim kerja yang efektif dan efisien, bukan pelaksanaan tugas yang segera. Walaupun akan memakan waktu lebih banyak untuk mencapai hasil yang nyata, manun dengan cara ini, keluhan akan berkurang, akan tumbuh rasa saling percaya dan goodwill antara atasan-bawahan, semangat kerja akan terjaga, dan akan terbentuk tim kerja yang lebih efektif.
4.                  Orientasi Pada Manusia vs Orientasi Pada Tugas.
Memenuhi batas waktu pelaksanaan tugas adalah satu hal yang amat penting bagi manajer yang berorientasi teknis, sehingga upaya maksimal sering diabaikan, demi memenuhi deadline.Ini seringkali menyebabkan frustasi di kalangan bawahan.Mereka merasa tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya.
Manajemen interaktif berorientasi pada manusia, maka masalah dan/atau kebutuhan bawahan sama pentingnya dengan tugas itu sendiri. Tujuan utama seorang manajer interaktif adalah membangun hubungan dengan bawahan, sehingga motivasi untuk mencapai tujuan organisasi akan muncul dengan sendirinya pada diri bawahan itu.
5.                  Mudah Beradaptasi vs Kekakuan.
Manajer berorientasi teknis biasanya menampilkan pola interaksi yang sama meskipun terhadap bawahan yang berbeda-beda. la tidak mampu bervariasi, karena tidak peka terhadap gaya, kebutuhan, maupun masalah yang dimiliki oleh setiap bawahannya. Manajer berorientasi teknis nyaris tidak sensitif terhadap pertanda-pertanda yang ditampilkan oleh bawahannya yang sebenarnya pertanda itu mewakili kebu¬tuhan yang terpendam dalam diri si bawahan.
Fleksibilitas atau keluwesan adalah keahlian utama yang dituntut dari seorang manajer interaktif.la harus luwes berkomunikasi dengan segala tipe bawahan. Sehingga gaya manajemennya pun bisa disesuaikan dengan tipe bawahan dalam segala situasi. Terlebih lagi, ia juga perseptif terhadap bahasa verbal dan non-verbal, dan tidak segan untuk mengubah pendekatan bilamana itu diperlukan.
6.                  Memuaskan Kebutuhan vs Menghalangi Pemenuhan Kebutuhan.
Jika Anda merasa tahu masalah yang diha-dapi seseorang, lalu Anda mengatakan padanya cara pemecahannya, tanpa menghiraukan umpan balik dari orang itu, maka biasanya orang tersebut cenderung defensif, menutupi masalah sebenarnya, atau bahkan merasa tidak senang. Akibatnya interaksi menjadi semacam perdebatan, yang mengarah pada situasi kalah-menang. Dalam situasi seperti itu, seorang bawahan tidak mungkin akan berbagi informasi berharga dengan manajernya. Sebaliknya, justru akan membuat “tabir asap” memberikan informasi-informasi semu yang akan menyulitkan manajer. Hubungan seperti ini sangat tidak produktif.
Dalam manajemen interaktif, seorang atasan harus ahli dalam menjaring informasi, sehingga bawahan bisa secarajujur dan terbuka mengungkapkan masalah dan kebutuhan-kebutuhannya. Dengan pendekatan seperti itu, bawahan akan mempersepsikan hubungannya dengan atasan sebagai hubungan yang wajar dan terbuka.
Di sini, sekali lagi, kepercayaan, keyakinan, dan keterbukaan akan secara otomatis mengalir di tengah-tengah interaksi yang sehat itu. Sementara itu si bawahan juga akan semakin terlibat secara total dengan proses penyelesaian masalah. Pada gilirannya, hal ini akan melahirkan komitmen pribadi pada diri bawahan untuk mensuk-seskan rencana yang telah disepakati bersama.
7.                  Membangun Pengertian Dan Rasa Saling Percaya.
Perilaku manajemen yang telah diuraikan di atas pada akhirnya bersumbu pada situasi hubungan yang ada antara atasan-bawahan.Apakah hubungan itu bertolak dari rasa takut dan tegang?Ataukah berdasar pada pengertian dan rasa saling percaya? Dalam manajemen teknis, biasanya, tingkat rasa takut dan was-was amat tinggi. Baik manajer dan bawahan saling melakukan “permainan”.Tindak manajemen lebih berupa persuasi dan kontrol, daripada pemecahan masalah.Hubungan atasan-bawahan menurun derajadnya, memunculkan sikap defensif dan saling curiga.
Sebaliknya, dalam manajemen interaktif, maka hal-hal seperti kepercayaan, penerimaan, dan pengertian, adalah norma-norma yang dianut oleh seluruh organisasi.Komunikasi atasan-bawahan berlangsung dalam suasana terbuka, jujur, dan terus terang.Mereka saling berbagi informasi, dan masalah dipecahkan dengan kesungguhan.Ada atau tidak ada pengambilan keputusan, baik bawahan maupun atasan.merasa tenteram. Mereka yakin bahwa mereka bisa sama-sama berbuat bagi organisasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar