Membangun Komitmen Dengan
Pendekatan Manajemen Partisipatif
Untuk Meningkatkan Kinerja
Komponen 0rganisasi sekolah
Dalam dunia
bisnis, manajemen hampir selalu dilihat dalam kerangka produktivitas karena
ukuran sukses sebuah organisasi atau unit usaha selalu dilihat dari tingkat
produktivitasnya, apa pun jenis produk dari organisasi atau unit usaha itu.
Pendekakan manajemen seperti ini secara umum disebut manajemen teknis, dan di
sanalah jugalah terletak ukuran sukses sebagai seorang manajer. Konsekwensi
dari manajemen tekanis, maka seorang manajer akan menilai bawahan berdasarkan
seberapa banyak atau seberapa baik produk yang dihasilkannya. Implikasi dari
cara pandang ini adalah, karyawan atau tenaga kerjaakan diperlakukan sebagai
barang atau mesin, yang bisa dieksploitasi sedemikian rupa untuk keuntungan
perusahaan.
Meskipun
dipandang konservatif, penerapan manajemen teknis masih bisa diterapkan dalam
manajemen perusahaan meskipun akan membunuh keatifitas, loyalitas, dedikasi dan
sense of belonging dari bawahan atau pekerja. Namun Manejemen seperti itu tidak
bisa diterapkan di lembaga pendidikan karena produk yang dihasilkan adalah
kompetensi melekat pada perubahan prilaku peserta didik. Apabila seorang
pimipinan sekolah menerapkan manajement teknis maka para guru dan karyawan akan
berprilaku seperti karyawan pabrik “bekerja, dapat upah, selesai”. Para tenaga
pendidik dan kependidikan akan semangat bekerja jika melihat ada keuntungan
didapat secara pribadi dari apa yang dikerjakannya. Apabila kondisi sebuah
lembaga pendidikan seperti itu maka sudah dipastikan visi, misi, dan program
tidak akan tercapai dengan baik.
Gejala self
profit oriented bisa dilihat dari salah satu contoh phenomena kasus yang kita
kerap lihat yakni; Ketika para guru diharuskan mengisi formulir validasi
sertifikasi guru, maka dengan segera mereka mengerkakannya bahkan guru yang
tidak begitu rajin pun datang ke sekolah meskipun tidak ada jadwal mengajar,
nanun ketika para guru (wali kelas) diminta bantuan untuk mengumpukan salinan
Ijazah dan SKHU siswa binaannya untuk keperluan administrasi siswa maka memakan
waktu berhari-hari bahkan bermingu-minggu sehingga staf tata usaha urusan
kesiswaan harus masuk ke kelas-kelas menemui siswa langsung untuk mengejar
waktu. Kondisi seperti ini bisa dijadikan indikasi rendahnya partisifasi
anggota atau komponen tingkat bawah suatu organisasi dalam mendukung program. Dengan
demikian perlu suatu pendekatan untuk membangun komiten yang didasarkan atas
saling pengertian, pemahaman, dan kepercayaan diatara komponen organisasi.
Penomena dari salah satu contoh kasus di atas menjadi latar belakang mendorong
penulis untuk membuat makalah dengan judul “Membangun Komitmen Dengan
Pendekatan Manajemen Partisipatif untuk Meningkatkan Kinerja Guru dan Karyawan
Sekolah”
A. Pengertian
Komitmen
Apa
sebenarnya definisi atau pengertian komitmen itu?
Pada dasarnya definisi atau pengertian komitmen
telah banyak dikemukakan para ahli diantaranya menurut Moorman et al. (1992)
yang menyatakan bahwa komitmen sebagai keinginan yang terus menerus untuk memelihara
hubungan yang bernilai. Relationship yang bernilai berhubungan dengan keyakinan
bahwa komitmen
rasional hanya ada ketika relationship dipertimbangkan sebagai hal yang
penting. Selain itu keinginan yang terus menerus untuk mempertahankan hubungan
berhubungan dengan pandangan bahwa mitra yang komit menginginkan relationshipdapat
berjalan terus menerus dan akan berusaha untuk mempertahankannya.
A.
Pengertian
Manajemen
Prof.
Oie Liang Lee menyatakan
bahwa “Manajemen adalah ilmu dan seni mengkoordinasikan serta mengawasi tenaga
manusia dengan bantuan alat-alat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”. Richard L.Daft (2002:8) Mendefinisikan sebagai berikut:“Manajemen
adalah pencapaian sasaran-sasaran organisasi dengan cara yang efektif dan
efisien melalui perencanaan pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian
sumberdaya organisasi.”. Menurut James
A.F. Stoner (2006:Organisasi.org)“Manajemen adalah suatu proses
perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya dari
anggota organisasi serta penggunaan sumua sumber daya yang ada pada organisasi
untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya”.
B.
Pengertian
Partisipasi
Menurut Bedjo (1996), yang dimaksudkan dengan partisipasi adalah:
“Perilaku yang memberikan pemikiran terhadap sesuatu atau seseorang. Perilaku
merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang dalam hubungannya dengan pemilihan
rangsangan dari luar lingkungannya.
Pengertian
lain tentang partisipasi juga dikemukakan oleh Slameto (1995) yang mengatakan
bahwa partisipasi adalah: “Pemusatan energi psikis yang tertuju pada suatu
obyek, dan juga meliputi banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai sesuatu
aktivitas yang sedang dilakukan”.
Secara
umum, partisipasi diartikan sebagai kertelibatan suatu komponen dalam
memberikan kontribusi untuk mencapai tjuan.
C.
Pengertian
Kinerja
Pada
dasarnya pengertian kinerja dapat dimaknai secara beragam. Beberapa pakar
memandangnya sebagai hasil dari suatu proses penyelesaian pekerjaan, sementara
sebagian yang lain memahaminya sebagai perilaku yang diperlukan untuk mencapai
hasil yang diinginkan. Agar terdapat kejelasan mengenai kinerja, akan
disampaikan beberapa pengertian mengenai kinerja.
Menurut
Bernardin and Russel (1998: 239), kinerja dapat didefinisikan sebagai berikut:
“Performance is defined as the record of outcomes produced on a specified
job function or activity during a time period“. Berdasarkan pendapat
Bernardin and Russel, kinerja cenderung dilihat sebagai hasil dari suatu proses
pekerjaan yang pengukurannya dilakukan dalam kurun waktu tertentu.
Sementara
itu menurut Ilgen and Schneider (Williams, 2002: 94): “Performance is what
the person or system does”. Hal senada dikemukakan oleh Mohrman et al (Williams,
2002: 94) sebagai berikut: “A performance consists of a performer engaging
in behavior in a situation to achieve results”. Dari kedua pendapat ini,
terlihat bahwa kinerja dilihat sebagai suatu proses bagaimana sesuatu
dilakukan. Jadi, pengukuran kinerja dilihat dari baik-tidaknya aktivitas
tertentu untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
Pendapat
yang lebih komprehensif disampaikan oleh Brumbrach (Armstrong, 1998: 16)
sebagai berikut:
Performance
means behaviours and results. Behaviours emanate from the performer and
transform performance from abstraction to action. Not just the instruments for
results, behaviours are also outcomes in their own right – the product of
mental and physical effort applied to tasks – and can be judged apart from results.
Brumbrach,
selain menekankan hasil, juga menambahkan perilaku sebagai bagian dari kinerja.
Menurut Brumbach, perilaku penting karena akan berpengaruh terhadap hasil kerja
seorang pegawai.
Dari
beberapa pendapat tersebut, kinerja dapat dipandang dari perspektif hasil,
proses, atau perilaku yang mengarah pada pencapaian tujuan. Oleh karena itu,
tugas dalam konteks penilaian kinerja, tugas pertama pimpinan organisasi adalah
menentukan perspektif kinerja yang mana yang akan digunakan dalam memaknai
kinerja dalam organisasi yang dipimpinnya.
D.
Pengertian
Manajemen Partisipatif
Dari
pengertian umum tentang manajemen dan partisipasi, dapat ditarik kesimpulan
bahawa manajemen partisipatif adalah pendekakan dalam menjalankan
tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian
sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya untuk menentukan serta mencapai
sasaran yang telah ditentukan melaui komunikasi intraktif sehingga terbangun
pengertian dan kepercayaan antara pimpinan dan bawahan. Kata-kata kuncinya
adalah membangun komunikasi untuk menciptakan rasa saling percaya antara
pimpinan / manajer dengan bawahan.
E.
Prinsip-Prinsip
Manajemen Partisipatif
Prinsip
dasar yang ada pada manajemen interaktif:
1. Bahwa semua proses manajemen dibangun di atas
hubungan yang berdasar rasa saling percaya, yang menuntut keterbukaan dan
kejujuran, baik dari pihak atasan maupun bawahan.
2. Bahwa bawahan mau melaksanakan tugas, bukan
semata-mata karena perintah, melainkan karena merasa dimengerti oleh atasannya
dan merasa paham akan masalah yang dihadapi.
3. Bahwa seseorang memiliki kebutuhan untuk ikut
serta dalam proses pengambilan keputusan. Ini bisa dipenuhi dengan melibatkan
mereka dalam proses pemecahan masalah.
4. Jangan mencoba memecahkan masalah yang
dihadapi bawahan. Karena kita tidak akan paham betul akan masalah yang
sebenarnya. Anda bisa menunjuk adanya problem; tapi jangan coba memecahkannya.
Beri kesempatan pada bawahan untuk memecahkan masalahnya sendiri, dengan
bantuan Anda, tentunya, sebagai atasan.
5. Dengan
menggunakan prinsip-prinsip tersebut, manajer interaktif memberikan kebebasan
pada bawahan atau pegawai dalam memperoleh daya pengungkapan personalitas yang
optimal ketika bekerja.Pegawai diijinkan untuk lebih aktif dari pada pasif,
lebih independent dari tergantung, mempunyai kontrol atas dunianya, merasa
diterima dan dihormati, dan mencoba melakukan latihan kemampuan mereka.
Sebagaimana pegawai merasakan perlakuan-perlakuan tadi dengan penyelianya,
ikatan kepercayaan terbentuk yang memfasilitasi perkembangan tim yang efektif
yang terdiri dari individu-individu yang puas dan produktif yang disatukan
melalui transaksi interpersonal yang sehat.
F.
Perbedaaan
Manajemen Teknis dan Partisipatif
Perbedaan antara mamajemen teknis dan manajemen interaktif/
partisipatif dapat dilihat dalam table
berikut:
Manajemen Teknis
|
Manajemen Interaktif
|
Orientasi pada perusahaan
|
Orientasi pada pegawai
|
Memerintah
|
Menjelaskan dan Mendengarkan
|
Memaksakan kepatuhan
|
Mengembangkan komitmen
|
Orientasi tugas/pekerjaan
|
Orientasi Manusia
|
Tidak fleksibel
|
Adaptable (fleksibel)
|
Tidak mengindahkan kebutuhan
|
Memuaskan kebutuhan
|
Menciptakan ketakutan dan ketegangan
|
Menimbulkan kepercayaan dan pengertian
|
Penjelasan
dari tabel di atas adalah sebagai berikut :
1.
Orientasi
Pada Pekerja vs Orientasi Pada Perusahaan
Pada
manajemen yang berorientasi teknis, para pimpinan atau manajer lebih
mementingkan penyelesaian tugas bawahannya.Tugas selesai berapa pun hu-man
cost-nya, adalah diktum utama para manajer.Maka perilaku yang tampil selalu
ditandai dengan urgensi, ketidaksabaran, dan dominasi.
Di pihak
lain, seorang manajer interaktif akan lebih berperan sebagai konselor,
konsultan atau problem solver. Mereka lebih menekankan upaya membantu bawahan
untuk bisa mengerjakan tugas sebaik-baiknya.Maka perilaku yang muncul sering
ditandai dengan kepercayaan, kesabaran, empati, dan tidak enggan memberi
bantuan.Situasi ini akan membangun rasa saling percaya antara atasan dan
bawahan.
2.
Menerangkan
dan Mendengarkan vs Memerintah.
Manajer
berorientasi teknis seringkali mendominasi pembicaraan, dan selalu menekankan
pada tugas dan kewajiban bawahan.Sebaliknya, di dalam manajemen interaktif
penekanannya selalu pada pemecahan masalah yang membuka komunikasi dua arah.
Salah satu syarat keahlian yang harus dimiliki sang manajer ialah rasa percaya
diri dan kemampuan berkomunikasi secara verbal, baik dalam melontarkan
pertanyaan maupun dalam mendengarkan umpan balik.
3.
Membangun
Komitmen vs Penekanan Pada Tugas.
Kekuasaan
dan wewenang adalah kata kunci pada manajer yang berorientasi teknis. Maka
serringkali muncul kata-kata seperti: “Kerjakan sesuai dengan perintah!”
“Manajer memikirkan, bawahan mengerjakan”.Tampak sekali di sini bahwa tugas
seorang manajer adalah mengendalikan dan memerintah bawahan untuk mengerjakan
suatu tugas secepatnya, tak peduli mereka siap atau tidak. Memang, dalam jangka
dekat, cara seperti ini berhasil. Akan tetapi tak jarang juga cara ini
menimbulkan ketidaksenangan bawahan.
Dalam
manajemen interaktif, harus ada perpaduan antara sasaran jangka-pendek dan
jangka panjang.Dalam hal ini bawahan diberi kesempatan untuk memecahkan
masalahnya sendiri, dalam jangka waktu tertentu.Ada ruang untuk bernapas. Maka
dalam hal ini yang diutamakan adalah membangun tim kerja yang efektif dan
efisien, bukan pelaksanaan tugas yang segera. Walaupun akan memakan waktu lebih
banyak untuk mencapai hasil yang nyata, manun dengan cara ini, keluhan akan
berkurang, akan tumbuh rasa saling percaya dan goodwill antara atasan-bawahan,
semangat kerja akan terjaga, dan akan terbentuk tim kerja yang lebih efektif.
4.
Orientasi
Pada Manusia vs Orientasi Pada Tugas.
Memenuhi
batas waktu pelaksanaan tugas adalah satu hal yang amat penting bagi manajer
yang berorientasi teknis, sehingga upaya maksimal sering diabaikan, demi
memenuhi deadline.Ini seringkali menyebabkan frustasi di kalangan
bawahan.Mereka merasa tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya.
Manajemen
interaktif berorientasi pada manusia, maka masalah dan/atau kebutuhan bawahan
sama pentingnya dengan tugas itu sendiri. Tujuan utama seorang manajer
interaktif adalah membangun hubungan dengan bawahan, sehingga motivasi untuk
mencapai tujuan organisasi akan muncul dengan sendirinya pada diri bawahan itu.
5.
Mudah
Beradaptasi vs Kekakuan.
Manajer
berorientasi teknis biasanya menampilkan pola interaksi yang sama meskipun
terhadap bawahan yang berbeda-beda. la tidak mampu bervariasi, karena tidak
peka terhadap gaya, kebutuhan, maupun masalah yang dimiliki oleh setiap
bawahannya. Manajer berorientasi teknis nyaris tidak sensitif terhadap
pertanda-pertanda yang ditampilkan oleh bawahannya yang sebenarnya pertanda itu
mewakili kebu¬tuhan yang terpendam dalam diri si bawahan.
Fleksibilitas
atau keluwesan adalah keahlian utama yang dituntut dari seorang manajer
interaktif.la harus luwes berkomunikasi dengan segala tipe bawahan. Sehingga
gaya manajemennya pun bisa disesuaikan dengan tipe bawahan dalam segala
situasi. Terlebih lagi, ia juga perseptif terhadap bahasa verbal dan
non-verbal, dan tidak segan untuk mengubah pendekatan bilamana itu diperlukan.
6.
Memuaskan
Kebutuhan vs Menghalangi Pemenuhan Kebutuhan.
Jika Anda
merasa tahu masalah yang diha-dapi seseorang, lalu Anda mengatakan padanya cara
pemecahannya, tanpa menghiraukan umpan balik dari orang itu, maka biasanya
orang tersebut cenderung defensif, menutupi masalah sebenarnya, atau bahkan
merasa tidak senang. Akibatnya interaksi menjadi semacam perdebatan, yang
mengarah pada situasi kalah-menang. Dalam situasi seperti itu, seorang bawahan
tidak mungkin akan berbagi informasi berharga dengan manajernya. Sebaliknya,
justru akan membuat “tabir asap” memberikan informasi-informasi semu yang akan
menyulitkan manajer. Hubungan seperti ini sangat tidak produktif.
Dalam
manajemen interaktif, seorang atasan harus ahli dalam menjaring informasi,
sehingga bawahan bisa secarajujur dan terbuka mengungkapkan masalah dan
kebutuhan-kebutuhannya. Dengan pendekatan seperti itu, bawahan akan
mempersepsikan hubungannya dengan atasan sebagai hubungan yang wajar dan terbuka.
Di sini,
sekali lagi, kepercayaan, keyakinan, dan keterbukaan akan secara otomatis
mengalir di tengah-tengah interaksi yang sehat itu. Sementara itu si bawahan
juga akan semakin terlibat secara total dengan proses penyelesaian masalah.
Pada gilirannya, hal ini akan melahirkan komitmen pribadi pada diri bawahan
untuk mensuk-seskan rencana yang telah disepakati bersama.
7.
Membangun
Pengertian Dan Rasa Saling Percaya.
Perilaku
manajemen yang telah diuraikan di atas pada akhirnya bersumbu pada situasi hubungan
yang ada antara atasan-bawahan.Apakah hubungan itu bertolak dari rasa takut dan
tegang?Ataukah berdasar pada pengertian dan rasa saling percaya? Dalam
manajemen teknis, biasanya, tingkat rasa takut dan was-was amat tinggi. Baik
manajer dan bawahan saling melakukan “permainan”.Tindak manajemen lebih berupa
persuasi dan kontrol, daripada pemecahan masalah.Hubungan atasan-bawahan
menurun derajadnya, memunculkan sikap defensif dan saling curiga.
Sebaliknya,
dalam manajemen interaktif, maka hal-hal seperti kepercayaan, penerimaan, dan
pengertian, adalah norma-norma yang dianut oleh seluruh organisasi.Komunikasi
atasan-bawahan berlangsung dalam suasana terbuka, jujur, dan terus
terang.Mereka saling berbagi informasi, dan masalah dipecahkan dengan
kesungguhan.Ada atau tidak ada pengambilan keputusan, baik bawahan maupun
atasan.merasa tenteram. Mereka yakin bahwa mereka bisa sama-sama berbuat bagi
organisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar